Minggu, 27 Mei 2012

Tafsir Ibni katsir QS an-Nisa 59


Ibnu Katsir Rahimahullah berkata dalam Al Bidayah Wan Nihayah 13/119: Siapa yang meninggalkan aturan yang muhkam yang diturunkan kepada Muhammad Ibnu Abdillah Khatamul Anbiya, dan dia merujuk hukum kepada selainnya berupa ajaran-ajaran yang telah dihapus (mansukh), maka ia telah kafir.

Firman-Nya ta’ala: “Kemudian bila kalian berselisih pada sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, bila kalian beriman kepada Allah dan hari akhir.” (An Nisa: 59)
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata : Maka ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengacu dalam tempat perselisihan kepada Al Kitab dan As Sunnah dan tidak merujuk kepada keduanya dalam hal itu maka dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir.”
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu Al Fatawa 28/524: Dan suatu yang maklum secara pasti dari dienul muslimin ( agama islam ) dan dengan kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa orang yang melegalkan mengikuti selain ajaran Islam, atau mengikuti aturan (  hukum ) selain aturan Muhammad saw, maka ia kafir

dalil wajibnya MANQUL

Diangkatnya ilmu terjadi dengan diangkatnya (diwafatkannya) para ulama, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata : Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إن الله لا يَقْبِضُ العلمَ انتزاعاً ينتزعُه من العباد، ولكنْ يقبِضُ العلم بقبض العلماء، حتى إذا لم يبقَ عالماً؛ اتَّخذ الناس رؤوساًَ 
 جُهَّالا، فسُئِلوا ؟ فأفتوا بغير العلم، فضلّوا وأضلوا.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengangkat ilmu dengan sekali cabutan ( tiba-tiba ) dari manusia. Namun Allah akan mengangkat ilmu dengan cara mewafatkan para ulama. Hingga ketika tidak tersisa lagi seorang berilmu (di tengah mereka), manusia mengangkat para pemimpin yang jahil. Mereka ditanya, dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Hingga akhirnya mereka sesat dan menyesatkan (orang lain)”
Shahih Al-Bukhariy, Kitaabul-‘Ilmi, Baab Kaifa Yaqbidlul-‘Ilm (1/194 –  Fathul-Bariy), dan Shahih Muslim, Kitaabul-‘Ilmi, Baab Raf’il-‘Ilmi wa Qabdlihi wa Dhuhuuril-Jahli wal-Fitan (16/223-224  Syarh An-Nawawiy).

Hikmah hadits ini adalah : 


- kerusakan akan terjadi bila ulama telah diwafatkan
- ulama diwafatkan pada saat orang belum berguru kepadanya
- meskipun Ulama memiliki banyak kitab , namun bila tidak berguru kepada ulama tersebut tetaplah tidak dibenarkan karena kerusakan agama pasti akan terjadi
-  saat ini banyak kitab agama di jual bebas dan mudah didapatkan , namun meruju hadits diatas , tetaplah membaca sendiri tidak dibenarkan , wajib berguru kepada seorang guru ( manqul )




perhatikan hadits dibawah ini 



Nabi bersabda:

تسمعون ويسمع منكم ويسمع ممن سمع منكم *رواه أبو داود

Artinya : “Kalian mendengarkan dan didengarkan dari kalian dan di dengar dari orang yang mendengar dari kalian “ HR Abu Dawud



hikmah hadits diatas kita dituntut untuk mendengar langsung bukan membaca , karena Rasulullah tidak bersabda kalian membaca dan dibaca orang-orang yang membaca dari kalian dibaca. sungguh aneh bin unik sesat - menyesatkan orang yang mengatakan kita cukup membaca saja. dia telah menyelisihi perintah Rasul-Nya dan dia adalah ahli bid'ah


Renungkanlah hadits dibawah ini 


"Nabi bersabda: Ambillah ilmu sebelum hilang, berkata shohabat ” bagaimana ilmu dapat hilang, wahai nabinya Alloh , sedangkan dikalangan kita ada kitab Alloh ?” maka nabi marah yang Alloh belum pernah membuat nabi marah seperti itu. Kemudian nabi bersabda : ” celakalah kalian, bukankah taurot dan injil itu masih ada dikalangan bani isroil, kemudian keduanya ( taurot dan injil ) tidak dapat mencukupi mereka sedikitpun, sesungguhnya hilangnya ilmu adalah hilangnya pembawanya. Sesungguhnya hilangnya ilmu adalah hilangnya pembawanya (isnadnya atau ulama’nya)" HR. Ad-Daromi dari Abi umamah 


hikmah dari hadits diatas adalah :



1. ilmu hilang bersamaan dengan wafatnya ulama

2. kitab-kitab peninggalan ulama tidaklah mencukupi didalam mempelajari agama , sebab yahudi dan nashroni memiliki kitab tetapi tidak ada yang mengajarkan kitab itu pada mereka ( terputus sanadnya )

3. Rasulullah mencela orang yang tidak berguru kepada ulama bahkan beliau menggambarkan itu adalah perbuatan yahudi dan nasroni yang menyebabkan kerusakan agama mereka.







sungguh rugi - merugikan , sesat - menyesatkan , neraka -me-neraka-kan orang-orang yang belajar ilmu agama dari hasil dia membaca sendiri , hasil copas lalu dijadikan sandaran hujah. tanpa dia pernah guru-berguru yang bersambung kepada penulis kitab, padahal jalan yang dia tempuh adalah jalan yahudi-nasroni yang sesat lagi bathil




Islam bukan sekedar mengerjakan Rukun Islam


shalat itu tidak berarti bila tauhidnya telah hancur. Bisa saja seseorang itu shalat, zakat dan berjihad, namun demikian dia itu kafir lagi halal harta dan darahnya dengan sekedar keterjatuhan dia pada pembatal “laa ilaaha illallaah”. Oleh sebab itu An Nawawi berkata di dalamnya: “Adapun sabdanya: “Apa boleh kami memerangi mereka?” Beliau berkata: “Tidak boleh selama mereka shalat,” di dalamnya terkandung makna yang lalu yaitu bahwa tidak boleh khuruj terhadap para khalifah dengan sekedar dhalim dan fasiq selama tidak merubah sedikitpun dari qawaaid dien ini ( hukum agama )

Syaikh Al'Alamah Hamd ibnu 'Atiq Rahimahullah berkata dalam kitabnya sabilun najah wal fikak min muwalatil murtadin wa ahlil isyrak 

'' sesungguhnya , banyak orang mengira bahwa bila mengucapkan dua kalimat syahadat , melakukan shalat 5 waktu dan tidak dihalangi dari mendatangi masjid , berarti ia telah menampakkan diennya ( agamanya ), meskipun ia hidup ditengah kaum musyrikin atau di tempat-tempat kaum murtadien.

sungguh orang yang mengira itu telah keliru dalam hal itu dengan kekeliruan yang paling buruk. dan ketahuilah ! sesungguhnya kekafiran itu bermacam-macam dan beraneka ragamnya mukafirat ( hal-hal yang membuat kafir ), setiap kelompok dari kelompok2 kekafiran memiliki macam kekafiran yan masyhur darinya dan orang muslim tidak dikatakan telah menampakkan diennya sehingga ia menyelisihi setiap kelompok itu dengan apa yang masyhur darinya dan terang2an menyatakan permusuhan terhadapnya serta bara' darinya.

beliau juga berkata dalam Ad- Durar As-Saniyah
'' sedangkan izh-harud dien ( menampakkan agama ) adalah ( dengan cara ) mengkafirkan mereka , mencela ajaran mereka , menjelek-jelekkan mereka , bara' dari mereka , berhati-hati dari mencintai mereka dan cenderung kepadanya dan menjauhi mereka .  dan izh -harud dien itu bukan hanya sholat ( maksudnya sholat tidak menjadi jaminan tidak dikafirkan ) ( juz al-jihad 196 )

Syaikh Ishaq Ibnu Abdirrahman berkata dalam juz Al Jihad dari kitab Ad Duras As Saniyah hal 141 '' dan klaim orang yang Allah butakan bashirah-nya bahwa idharudien adalah mereka ( musyrikin ) tidak melarang orang untuk beribadah atau belajar , ini adalah klaim yang batal. klaimnya tertolak secara akal dan syariat , karena kalau demikina maka hendaklah senang orang yang hidup di begara nashara , majusi dan india dengan hukum yahg bathil itu. karena shalat , adzan dan pengajian yang ada di negeri-negeri mereka....dan semoga Allah merahmati orang yang mengatakan :mereka mengira bahwa dien itu adalah..ucapan labbaika di padang pasir....sholat dan diam dari penguasa...berdamai dan berbaur denagan orang yang telah mencela dien ini.....sedang dien ini tidak lain adalah cinta , benci dan loyalitas...begitu juga bara dari setiap orang sesat.....


Syaikh Abul Wafa Ibnu Uqaid Rahimahullah berkata . '' bila engkau melihat posisi islam di tengan manusia pada zaman sekarang , maka jangan kau lihat berjubelnya mereka di pintu-pintu masjid dan gemuruh mereka dengan labaika , namun lihatlah keselarasan mereka terhadap musuh-musuh syari'at. maka berlindunglah.....berlindunglah pada benteng dien ini dan berpeganglah pada tali Allah yang kokoh , serta cepatlah bergabunglah dengan wali-wali Nya al mukminin dan hati-hatilah dari musuh -musuh-Nya yang selalu menyelisihi. sungguh , sarana mendekatkan diri kepada Allah sWT yang paling utama adalah membenci orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya dan menjihadinya dengan tangan , lisan , dan hati sesuai kemampuan ( Ad-Durar , juz Al Jihad 238)


Tidak ada Udzur Jahil


TIDAK ADA UDZUR KARENA JAHIL (DALAM SYIRIK AKBAR) DEWAN RISET DAN BUHUTS ILMIYYAH Fatwa no: 9257 tanggal 22/12/1405 H

Pertanyaan pertama : Apakah setiap orang yang melakukan suatu amalan dari amalan kekafiran atau kemusyrikan dia itu langsung kafir perlu diketahui bahwa dia melakukan itu karena kejahilan, apakah dia dimaafkan (udzur) kebodohannya itu atau tidak? Apakah dalil-dalil yang menyatakan adanya udzur atau tidak ada?

Jawaban : Orang mukallaf  (yang dibebani kewajiban syariat) itu tidak diudzur karena
ibadah dia kepada selain Allah atau taqarrubnya dengan berupa sembelihan kepada selain Allah atau nadzarnya kepada selain Allah dan ibadah-ibadah lainnya yang merupakan hak khusus Allah, kecuali bila dia itu berada di negeri-negeri bukan islam dan belum sampai dakwah kepadanya maka dia itu diudzur karena belum
sampainya dakwah bukan karena kejahilannya,berdasarkan hadits riwayat Muslim dai Abu Hurairah ra dari Rasulullah saw, bahwa beliau berkata: Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya tidak seorangpun dari umat ini, baik Yahudi ataupun Nasrani mendengar akan keberadaanku dan dia tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, melainkan dia itu pasti tergologn penghuni neraka Beliau saw tidak mengudzur orang yang mendengarnya, sedangkan orang yang hidup di negeri-negeri
islam sungguh dia telah mendengar akan Rasulullah saw, sehingga tidak ada udzur dalam masalah ushul iman karena kejahilannya. Adapun orang-orang yang meminta kepada Nabi saw agar menjadikan Dzatu Anwaath untuk mereka gantungkan senjata-senjata mereka disana, maka mereka itu adalah orang-orang yang baru masuk islam, dan mereka hanya meminta saja dan tidak melakukannya, sehingga yang terjadi dari mereka itu adalah bertentangan dengan syariat, dan Nabi saw telah menjawab mereka dengan (jawaban) yang menunjukan bila mereka melakkukan apa yang mereka pinta tentu mereka kafir.

Ketua             : Abdul Aziz Ibnu Abdillah Ibnu
Baz
Wakil Ketua        : Abdurrazzak Afifi
Anggota           : Abdullah Quud dan Abdullah
Ghudayyan.


[Pertanyaan]
Apakah kebodohan merupakan udzur terhadap pembatal keislaman ?
[Jawab]
Kebodohan itu berbeda-beda. Jika orang yang bodoh tersebut tidak memungkinkan mempelajari (pembatal keislaman) maka kebodohan seperti ini mendapatkan udzur
hingga dia menemukan orang yang bisa mengajarkannya hal tersebut. Keadaan ini semisal orang yang tinggal terpisah dari negeri kaum muslimin yang disana tidak ada orang melainkan orang kafir, maka kebodohan orang ini merupakan udzur baginya. Adapun orang yang tinggal diantara kaum muslimin dan di negeri kaum muslimin, dia bisa mendengarkan Al Quran, hadits, perkataan ulama dibacakan maka kebodohan yang semisal bukanlah merupakan udzur karena telah sampai kepadanya hujjah namun ia tidak memberikan perhatian terhadapnya, bahkan ia mengatakan, Ajaran semisal ini
adalah ajaran Islam Wahabiyah, Agama Islam Nejed, Agama Islam si Fulandst.
Hal ini juga mereka katakan terhadap tauhid dengan perkataan yang semisal, agama demikan adalah agamanya Ibnu Abdil Wahhab padahal yang demikian adalah
agamanya Rosululloh shallallahu alaihi was sallam . Sedangkan Syaikh Ibnu Abdil Wahhab tidaklah membawa ajaran baru melainkan hanya mendakwahkan ajaran
Rosululloh shallallahu alaihi was sallam. Mereka juga menisbatkan ajaran tauhid dengan sebutan ajaran khowarij, sehingga mereka mengatakan bahwa orang yang
bertauhid dengan tauhid yang diajarkan Rosululloh adalah orang khowarij. Maka
apakah orang yang demikian mendapatkan udzur (berupa kebodohan) ? Mereka adalah orang-orang yang sombong terhadap ilmu tauhid yang tidaklah mendapatkan udzur
atas kebodohan mereka terhadap tauhid.
Diterjemahkan dengan perubahan seperlunya dari Durus Fii Syarh Nawaaqidul
Islaam karya Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hal. 29 terbitan Maktabah Ar Rusyd, Riyadh, KSA Selesai Sholat Tarawih, Sigambal, 21Romadhon 1432 H/21 Agustus 2

Senin, 09 April 2012

Taqiyah itu sunnah bukan perbuatan syiah

sungguh telah tersesat orang yang berkata : siapapun yang melakukan TAQIYAH , maka dia adalah syiah.
padahal TAQIYAH adalah sunnah para shahabat dan kemudahan dari Allah.

Allah Berfiman didalam QS Ali Imron ayat 28 :

إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً 

artinya : kecuali karena menjaga diri dari sesuatu yang ditakutkan dari mereka 

imam bukhary meriwayatkan dari Abu darda : sesungguhnya kami benar-benar tersenyum dihadapan banyak qoum , sedangkan hati kami melaknat mereka ( musyrikin )

As-Sauri mengatakan Ibni abbas berkata :
ليس التقية بالعمل انما التقية باللسان
Taqiyah bukan dengan amal perbuatan tetapi dengan lisan 

Imam Bukhary berkata al-hasan pernah berkata  ;
انما التقية الى يوم القيمة
Taqiyah itu terus berlangsung sampai hari qiyamat 

( Tafsir Ibni katsir

 



WAJIBNYA SENANTIASA MELAKSANAKAN INFAQ FI SABILILLAH


wajib INFAQ DI SABILLAH sesuai makna salaf  wajib dilaksanakan terus menerus tidak memandang keadaan damai ataupun keadaan perang, berikut ayat-ayatnya berdasarkan makna ahli tafsir salaf:

  1. Surat Albaqoroh 195Dan belanjakanlah (harta bendamu) di SABILILLAH, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,"
Penjelasan Dalam tafsir ibnu katsir
               Berkata Sahabat Abu Hudzaifah: ayat ini turun dalam hal urusan NAFKAH/Membelanjakan
 
              Berkata ibnu Abas : " قَالَ : لَيْسَ ذَلِكَ فِي الْقِتَال إِنَّمَا هُوَ فِي النَّفَقَة أَنْ تُمْسِك بِيَدِك عَنْ النَّفَقَة فِي سَبِيل اللَّه وَلَا تُلْقِ بِيَدِك إِلَى التَّهْلُكَة                                   
          Ayat ini bukanlah ttg peperangan namun mengenai Nafkah yg kamu tahan yaitu :infaq di sabilillah
             Makna menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dalam ayat ini:
             Berkata  Sohabat Abu Ayub  AlAnsori : فَكَانَتْ التَّهْلُكَة فِي الْإِقَامَة فِي الْأَهْل وَالْمَال وَتَرْك الْجِهَاد
             Hanya mengurusi keluarga dan hartanya dan mengabaikan membela

           Berkata Abu Ishaq :..Makna tahlukah adalah "bahwasannya berbuat DOSANYA SESEORANG  
         PADA SUATU DOSA SERTA TIDAK BERTOBAT MAKA DENGAN DEMIKIAN DIA TELAH 
         MENJATUHKAN TANGAN PADA KERUSAKAN  
 
        Berkata Hasan Albashri: Makna menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ADALAH BAKHIL

Pelaku kemusyrikan itu adalah musyrik bukan muslim meski mengaku muslim

Pelaku kemusyrikan tidak bisa disebut sebagai muslim meski belum di tegakkan hujah atasnya


Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab berkata dalam rangka menafsirkan perkataan Ibnul Qayyim di atas : “Sesungguhnya Al ‘Allamah Ibnul Qayyim memastikan kekafiran orang-orang yang taqlid kepada guru-guru mereka dalam masalah-masalah yang membuatnya kafir bila mereka memiliki tamakkun untuk mencari dan mengetahui kebenaran dan mereka itu memiliki ahliyyah untuk itu (maksudnya mereka baligh lagi berakal), namun mereka justru berpaling dan tidak ambil peduli. Sedangkan orang yang tidak memiliki tamakkun dan ahliyyah untuk mengetahui apa yang dibawa para rasul, maka dia itu menurutnya (Ibnul Qayyim) adalah tergolong ahlul fatrah (yaitu) kalangan yang sama sekali belum sampai kepadanya dakwah seorang rasulpun. Dan kedua macam orang ini (yaitu ahlul fatrah dan orang-orang yang taqlid kepada guru-gurunya dalam masalah-masalah mukaffirah yang tidak memiliki tamakkun untuk mencari kebenaran dan tidak memilik ahliyyah untuk itu) tidak dihukumi sebagai orang Islam dan mereka tidak masuk ke dalam deretan kaum muslimin termasuk menurut orang yang tidak mengkafirkan sebagiannya, dan ucapannya nanti akan datang dihadapanmu. Dan adapun nama syirik maka itu tepat bagi mereka dan nama (musyrik) itu layak untuk mereka itu. Dan Islam macam apa yang tersisa bila inti pokonya dan kaidahnya yang paling besar yaitu syahadah akan Laa Ilaha Illallah telah dilanggar..??!.” [Minhaj At Ta-sis Wat Taqdis Fi Kasyfi Syubuhat Dawud Ibni Jirjis : 99]

Abdullah dan Husen putera Syaikh Muhammad berkata tatkala keduanya ditanya tentang orang yang mengaku muslim yang mati sebelum adanya dakwah Syaikh Muhammad : “Orang yang meninggal dunia dari kalangan para pelaku syirik sebelum sampainya dakwah ini maka hukum yang divoniskan atasnya adalah bahwa bila dia itu diketahui melakukan Syirik dan menjadikannya sebagai ajaran kemudian mati di atasnya, maka ini dhahirnya mati di atas kekufuran (maksudnya dengan kekafiran di sini adalah syirik karena pemberlakuan hukumnya atas orang itu, Ali Al Khudlair) sehingga tidak boleh dido’akan, tidak boleh berkurban atas namanya, dan tidak boleh juga bersedekah atas namanya. Adapun hakikat sebenarnya adalah dikembalikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bila ternyata hujjah telah tegak atas dia di masa hidupnya dan dia membangkang, maka dia kafir dalam hukum dhahir dan bathin. Dan bila ternyata hujjah belum tegak atasnya maka urusannya kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” [Ad Durar As Saniyyah: 10/ 142].


Putera-putera Syaikh Muhammad dan Hamd Ibnu Nashir Alu Ma’mar tatkala ditanya tentang hal itu, mereka mengatakan : “Bila dia melakukan kekafiran dan kemusyrikan karena kejahilan[4] atau tidak adanya orang yang mengingatkannya, maka kami tidak memvonis dia kafir sehingga hujjah tegak atasnya namun kami tidak menghukumi dia sebagai orang muslim.”(Ad Durar 10/136)

Syaikh Abdullathif, Syaikh Ishaq dan Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman telah menukil ijma dari Ibnul Qayyim, bahwa para ahlul fatrah dan orang yang belum sampai dakwah kepadanya, sesungguhnya kedua macam orang ini tidak dihukumi sebagai orang Islam dan mereka tidak masuk kedalam deretan kaum muslimin termasuk menurut orang yang tidak mengkafirkan sebagiannya. Dan adapun syirik maka itu tepat bagi mereka dan namanya mencakup diri mereka. Islam apa yang tersisa bila inti dan kaidahnya yang terbesar yaitu syahadah Laa Ilaha Illallah dilanggar. [Hukmi Takfiril Mu’ayyan Wal Farqu Baina Qiyaamil Hujjah Wa Fahmil Hujja, Aqidatul Muwahhidin: 160

Dalil dan FIQH berdoa dengan mengangkat ke-2 tangan setelah sholat wajib

Hadits tentang keutamaan berdoa setelah shalat wajib dan bolehnya mengangkat ke-2 tangan ketika berdoa


Dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu ’anhu bahwa Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya Rabb kalian Maha Hidup lagi Maha Mulia, Dia malu dari hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya (meminta-Nya) dikembalikan dalam keadaan kosong tidak mendapat apa-apa”. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Doa 2/78 No. 1488, Sunan At-Tirmidzi, bab Doa 13/68. Musnad Ahmad 5/438. Dishahihkan Al-Albani, Shahih Sunan Abu Daud].
Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata:
 
أيُّ الدُّعاء أسمعُ؟ قال صلّى الله عليه وسلّم: «جوف الليل، وأدبار الصلوات المكتوبة»

“Doa manakah yang paling didengar? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Doa pada sepertiga malam terakhir, dan setelah shalat wajib.” (HR. At Tirmidzi, No. 3499. Syaikh Al Albani menghasankan hadts ini, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, No. 3499)

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:

قوله: "باب الدعاء بعد الصلاة" أي المكتوبة، وفي هذه الترجمة رد على من زعم أن الدعاء بعد الصلاة لا يشرع

“Ucapannya (Al Bukhari), “Bab Tentang Doa Setelah Shalat” yaitu shalat wajib. Pada bab ini, merupakan bantahan atas siapa saja yang menyangka bahwa berdoa setelah shalat tidak disyariatkan.” (Bantahan lengkap beliau terhadap Imam Ibnul Qayyim, lihat di Fathul Bari, 11/133-135. Darul Fikr)

Berdoa setelah shalat wajib lebih utama dibanding berdoa setelah shalat nafilah, sebagaimana kelebihan shalat wajib atas shalat nafilah.” (Fathul Bari, 11/134. Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197. Darus Salafiyah. Lihat juga Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 10/94. Maktabah Ar Rusyd)

Syaikh Mubarakfury :

  “Aku berkata: “Pendapat yang rajih (kuat) menurutku adalah bahwa mengangkat kedua tangan setelah shalat wajib adalah boleh, seandainya dilakukan oleh seseorang saja, maka itu tidak mengapa. Insya Allah. Wallahu A’lam.” ( Tuhfatul ahwadzi, 2/202)

Dalil dan fiqh berdiri langsung tanpa duduk terlebih dahulu setelah sujud

AN-NU’MAN BIN ABI "IYAS BERKATA : KAMI MENDAPATKAN BUKAN HANYA SEKALI DUA KALI DARI PARA SHAHABAT NABI SAW. MAKA APABILA BANGKIT DARI SUJUD DIAWAL RAKAAT DAN PADA RAKAAT KETIGA (MEREKA) LANGSUNG BERDIRI TANPA DUDUK (TERLEBIH DAHULU. (NAILU AL-AUTHAR 2 : 103)
"... LALU NABI SUJUD HINGGA SEMPURNA SUJUDNYA, LALU BANGKIT SAMPAI SEMPURNA DUDUKNYA (DUDUK DIANTARA DUA SUJUD), LALU SUJUD SAMPAI SEMPURNA SUJUDNYA, KEMUDIAN BANGKIT SAMPAI SEMPURNA BERDIRINYA. (HR. BUKHARY)
BAHWA DUDUK SEPERTI INI BOLEH DILAKUKAN  BILA DUDUK TERSEBUT DIBUTUHKAN SEPERTI BAGI ORANG YANG LANJUT USIA ATAU SAKIT-SAKITAN YANG KALAU LANGSUNG BERDIRI MATA BERKUNANG-KUNANG, SEMENTARA BILA TIDAK DIBUTUHKAN MAKA DUDUK INI TIDAK MESTI DILAKUKAN. OLEH KARENA ITU PARA ULAMA MENAMAKAN DUDUK MODEL SEPERTI INI DINAMAKAN JALSAH ISTIRAHAH (DUDUK ISTIRAHAT). FATHU AL-BAARY 2 : 302
"...YANG JELAS BAHWA DUDUK SEPERTI INI DILAKUKAN OLEH NABI SAW KETIKA BELIAU (BADANNYA) GEMUK DAN SUDAH MULAI LEMAH (FISIKNYA) .. (TA’LIQ BULUGHU AL-MARAM 61). IBNU AL-QOYYIM MENGATAKAN ... BAHWA DUDUK SEPERTI INI BUKAN MERUPAKAN SUNNAT SHALAT AKAN TETAPI DILAKUKAN KARENA SUATUI KONDISI (FIQH AL-SUNNAH I : 208).

Siapakah JAMA"AH itu ?

JAMA'AH ( copas dari tulisan dari status di FB )

1. jama'ah = apa-apa yang Rasulullah dan shahabat kerjakan / berada diatasnya ( HR Tirmidzi )
Tentu saja Rasululullah dan shahabat tidak mengerjakan bid'ah , khurafat , syirik dan takhayul

2. Barang siapa yang tidak bermanhaj sebagaimana manhaj Rasulullah dan Shahabat dalam aqidah maupun amalan kesehariannya maka DIA BUKAN JAMA'AH , karena Rasulullah dan Shahabat tidak mungkin mengerjakan bid'ah , khurafat , syirik , takhayul

berdasarkan sabda rasulullah :

Meninggalkan agamanya dengan cara memisahi jama'ah ( HR Muslim . keterangan , Syarah Nawawi ma'nanya memisahi jama'ah yaitu dengan cara berbuat bid'ah dan fitnah ( ma'na fitnah bisa kemusyrikan bisa peperangan )

3. Ahli bid'ah baik pemimpinnya maupun pengikutnya yang taklid dalam kebid'ahan , kemusyrikan ,khurafat , takhayul , thaghut maka mereka bukan AHLU SUNNAH WA JAMA'AH . karena jama'ah tidak mungkin mengerjakan bid'ah , khurafat , syirik , takhayul dan apalagi berhukum dengan hukum buatan manusia .

BERDASARKAN SABDA RASULULLAH :

sesungguhnya umatku tidak akan berkumpul pada kesesatan ( HR Abu Daud )

DENGAN 3 PENGERTIAN DIATAS MAKA BATHAL BIN BATHIL BILA KELOMPOK YANG MENGAKU SALAFIY MENGATAKAN SEMUA YANG BERSYAHADAT ITU JAMA'AH DENGAN PENGUASA SEBAGAI IMAM meski penguasa itu tidak berhukum dengan hukum syariat.
meski yang bersyahadat itu kesehariannya mengerjakan bid'ah , khurafat , syirik , takhayul

kita ambil logika sederhana , ketika anda bertemu dengan orang-orang yang mengaku salafiy , maka ajukan pertanyaan dibawah ini dan tunggu jawaban ngawur mereka.

Hai fulan kalo ada orang yang mengerjakan bid'ah , khurafat , syirik , takhayul dan berhukum dengan hukum buatan manusia , maulidan , suroan , istighosah ke kuburan , usholli , nawaitu MAKA MEREKA ITU SALAFIY / FIRQATUN NAJIYAH /THAIFAH MANSHURAH BUKAN ?

Bila mereka menjawab : BUKAN MEREKA BUKAN SALAFIY.

MAKA KATAKAN PADA MEREKA , LALU KENAPA KALIAN MEMASUKKAN ORANG ORANG ITU KE DALAM JAMA'AH MA 'ANA ALAIHI WA ASHABI DENGAN IMAM YANG BERHUKUM PADA HUKUM MANUSIA ???

INSYA ALLAH MEREKA BINGUNG , PUYENG , AKHIRNYA KABUR KABURAN.

kenapa ?

karena disini terjadi kerancuan dalam meletakkan ma'na jama'ah dengan hawa nafsu kejahilan mereka.

bila manusia diberi hidayah oleh Allah akan bisa berpikir bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah bersabda siapapun yang mengerjakan seperti yang aku dan shahabatku kerjakan maka dialah jama'ah.

NAH MUNGKINKAH SHAHABAT MENGERJAKAN BID'AH , KHURAFAT , TAKHAYUL DAN SYIRIK ? MUNGKINKAH SHAHABAT SUROAN , SEKARAN KUBURAN , MENGGUNAKAN HUKUM MANUSIA DAN MENINGGALKAN HUKUM ISLAM ? SANGAT TIDAK MUNGKIN !!!

Kalau begitu , orang orang yang mengerjakan kemusyrikan , bid'ah , khurafat , takhayul ,dsb apakah mereka yang dimaksud oleh rasulullah sebagai jama'ah .

BAWAKAN KETERANGANnya BILA ADA YANG BERANGGAPAN AHLI BID'AH DAN PELAKU KEMUSYRIKAN ITU ADALAH TERMASUK DARI JAMA'AH MA'ANA ALIHI WA ASHABI.


QS An-Nisa 59 - 60 : Tho'at Allah - Tha'at Rosululloh dan ulil Amri

QS An-Nisa 59 - 60 : Tho'at Allah - Tha'at Rosululloh dan ulil Amri

QS An-Nisa 59

'' Hai orang-orang beriman Tho'atlah kepada Allah dan tho'atlah kepada Rosul dan ulil amri diantara kalian....Maka jika kalian berselisih didalam sesuatu ( perkara ) maka kembaliikanlah kepada Allah ( kitabullah ) dan RasulNya ( Sunnah).....Jika ada kamu sekalian itu beriman kepada Allah dan hari akhir...
demikian itu adalah kebaikan ( berhukum dengan kitabullah dan sunnah RosulNya) dan sebaik-baiknya pengertian ( balasan/ pahala )

QS An-Nisa 60

'' Adakah tidak melihat kamu pada orang-orang yang MENYANGKA bahwasannya mereka BERIMAN dengan apa-apa yang diturunkan kepada engkau Muhammad dan pada apa-apa yang diturunkan sebelum engkau..
Menghendaki mereka bahwasanya berHUKUM mereka KEPADA THAGHUT ....dan sungguh-sungguh telah diperintah mereka bahwasannya MENGKUFURI THAGHUT. ....Dan sesungguhnya syaithan menghendaki bahwasannya menyesatkan kepada mereka dengan kesesatan yang jauh

------------------------------
--
Tho'at kepada Allah itu Mutlaq , Thoa'at kepada RasulNya itupun mutlaq , adapun tho'at kepada ulil Amri itu selama tidak ma'shiyat.
Ma'shiyat disini jelas yaitu perintah yang bukan dari kitabullah dan sunnah RasulNya. karena diperintahkan '' ketika kalian berselisih didalam sesuatu. maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya''
bila tidak dikembalikan kepada Allah dan RasulNya , maka itu adalah ma'shiyat dan tidak ada ketho'atan disana.
Kembali kepada Kitabullah dan sunnah RasulNya itu WAJIB jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir.

kata ULIL AMRI MINKUM kembali kepada yang dipanggil yaitu orang-ORANG BERIMAN
dan yang dimaksud dengan orang-orang beriman adalah orang yang ketika menghukumi suatu perkara bersandar kepada kitabullah dan sunnah RosulNya.sesuai dengan kalimat ayat berikutnya '' jika ada kamu sekalian beriman kepada Allah dan hari akhir''

Bila dia tidak mengembalikan suatu hukum kepada kitabullah dan Rosulullah , maka , dia tidak termasuk dalam orang-orang beriman.
dan penjelasan ini dipertegas ......

Di ayat berikutnya QS An-Nisa 60 dijelaskan secara terang sekali.......

Orang-orang yang MENGAKU BERIMAN kepada Allah dan Hari akhir , akan tetapi dia dalam suatu permasalahan hukum tidak mengembalikan permasalahn itu kepada hukum Allah dan RasulNya melalui Al-qur'an dan Al-hadits. orang-orang seperti itu sesungguhnya Allah menghukumi bahwasannya mereka itu HANYA MENYANGKA SAJA BERIMAN , padahal sesungguhnya mereka telah tersesat sejauh-jauhnya karena SYAITHAN telah MENYESATKAN mereka. karena mereka telah berHUKUM KEPADA THAGHUT
------------------------------
----

Ma'na Ulil Amri ditafsirkan oleh beberapa shahabat dan tabi'in dengan beberapa pengertian.
ada yang berkata Ulil Amri itu umaro
ada yang berkata Ulil Amri itu ulama.

Jadi bila ada yang berkata ULIL AMRI itu UMARO ( penguasa ) maka itu bisa dibenarkan , namun untuk dianggap sebagai ulil Amri yang sah secara syari'at , dia dalam setiap permasalah suatu perkara , harus berhukum dengan kitabullah dan sunnah RosulNya berdasarkan ayat '' jika kamu berselisih didalam sesuatu ( perkara ) maka kembalikanlah kepada Allah dan RosulNya jika kalian beriman kepada Allah dan rosulNya.

Tidak bisa dengan seenaknya sendiri hanya mengambil lafal ayat hanya sampai kepada ''ULIL AMRI MINKUM '' saja lantas diartikan itu adalah penguasa. karena pada kalimat berikutnya ada tambahan '' JIKA KAMU BERSELISIH didalam sesuatu ( hukum ) maka kembalikanlah kepada Allah dan RosulNya''

Dipertegas lagi siapapun orangnya , penguasa maupun rakyatnya bila berhukum dengan hukum diluar Al-qur'an dan al-hadits yaitu THAGHUT maka dia dikatakan '' HANYA MENYANGKA SAJA AKAN PENGAKUAN KEIMANANNYA '' ( QS An-Nisa 60 )

Ada juga yang mengartikan ULIL AMRI itu ULAMA. maka bila Ulama memimpin suatu Jama'ah yang bersatu dalam kebenaran , maka acuannya adalah ulama itu berhukum kepada Allah dan RasulNya berdasarkan Kitabullah Dan sunnah RosulNya. bila ulama itu tidak berjalan dengan QH maka ulama itu adalah thoghut

Apakah ulil amri itu umaro (penguasa) suatu wilayah ataupun Ulama suatu jama'ah maka acuannya kebenarannya untuk dianggap sah sebagai Amir adalah mengembalikan setiap permasalahan hukum kepada Allah dan RosulNya melalui Al-qur'an dan Al-hadits

tanpa kembali kepada 2 hal itu maka baik Umaro , Ulama maupun ru'yahnya tidak dikatakan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir , kecuali mereka sekedar menyangka saja kalau diri mereka itu beriman. umaro dan ulama itu adalah thaghut adapun pengikutnya disebut menyembah thoghut
padahal telah jelas didalam QS Al-baqarah ayat 257 '' sesungguhnya Allah itu , walinya orang-orang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan( jahiliyah ) menuju cahaya ( hidayah ). sesungguhnya orang-orang kafir itu , wali mereka adalah thaghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan.

kesimpulan dari QS An-Nisa 59 dan 60 adalah :

* Tho'at Allah dan RosulNya itu Mutlaq *
* Thoat Ulil Amri baik dia Umaro atau Ulama selama tidak ma'shiyat . yaitu ; tidak keluar dari Al-qur'an dan Al-hadits dalam menghukumi suatu perkara *
* ulil Amri minkum adalah haq orang-orang beriman *
* orang - orang beriman adalah orang yang ketika memutuskan suatu perselisihan atau hukum , maka , dia kembali kepada kitabullah dan Rasulullah *
* siapa berhukum kepada Thaghut maka dia hanya menyangka saja kalau dia beriman , padahal dia tidak beriman *
* berhukum kepada Thoghut maka dia telah disesatkan oleh syaithan sejauh-jauhnya *
* berhukum kepada Thoghut berarti tidak berhukum kepada Allah dan RosulNya *

Asbabun Nuzul ayat 59 bisa dilihat pada Himpunan Imaroh hal 5.

Asbabun Nuzul ayat 60 riwayatnya , ketika salah satu orang anshor dan orang yahudi berselisih dalam suatu masalah , maka si yahudi mengajak menyelesaikan masalah mereka dihadapan Rosulullah , namun orang anshor mengajak berhukum kepada ka'ab bin asyrof pimpinan munafiq.

------------------------------
-

Disini harus dibedakan , menerapkan hukum Allah dan RasulNya dalam keadaan dia mampu tapi tidak melaksanakannya . dengan yang tidak mampu menerapkannya tetapi berusaha semampunya menuju kearah sana.

siapa yang tidak bisa membedakan 2 hal ini , maka dia sebagaimana Khawarij dalam memahami ma'na Ulil Amri. yaitu dia beranggapan tidak menerapkan hukum Allah maka tidak sah. tanpa melihat apakah mampu atau belum mampu , maslahat atau mafsadat.seperti ketika khawarij tidak mengakui kekhalifan Ali dan Muawiyah.

dan dia sebagaimana ahli bid'ah mu'tazilah yang beranggapan Ulil amri adalah penguasa , meski tidak menerapkan hukum islam