TIDAK ADA UDZUR KARENA JAHIL (DALAM SYIRIK AKBAR) DEWAN
RISET DAN BUHUTS ILMIYYAH Fatwa no: 9257 tanggal 22/12/1405 H
Pertanyaan pertama : Apakah setiap orang yang melakukan
suatu amalan dari amalan kekafiran atau kemusyrikan dia itu langsung kafir perlu
diketahui bahwa dia melakukan itu karena kejahilan, apakah dia dimaafkan
(udzur) kebodohannya itu atau tidak? Apakah dalil-dalil yang menyatakan adanya
udzur atau tidak ada?
Jawaban : Orang mukallaf
(yang dibebani kewajiban syariat) itu tidak diudzur karena
ibadah dia kepada selain Allah atau taqarrubnya dengan
berupa sembelihan kepada selain Allah atau nadzarnya kepada selain Allah dan
ibadah-ibadah lainnya yang merupakan hak khusus Allah, kecuali bila dia itu
berada di negeri-negeri bukan islam dan belum sampai dakwah kepadanya maka dia
itu diudzur karena belum
sampainya dakwah bukan karena kejahilannya,berdasarkan
hadits riwayat Muslim dai Abu Hurairah ra dari Rasulullah saw, bahwa beliau berkata:
Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya tidak seorangpun dari umat ini, baik
Yahudi ataupun Nasrani mendengar akan keberadaanku dan dia tidak beriman kepada
apa yang aku diutus dengannya, melainkan dia itu pasti tergologn penghuni
neraka Beliau saw tidak mengudzur orang yang mendengarnya, sedangkan orang yang
hidup di negeri-negeri
islam sungguh dia telah mendengar akan Rasulullah saw,
sehingga tidak ada udzur dalam masalah ushul iman karena kejahilannya. Adapun
orang-orang yang meminta kepada Nabi saw agar menjadikan Dzatu Anwaath untuk mereka
gantungkan senjata-senjata mereka disana, maka mereka itu adalah orang-orang yang
baru masuk islam, dan mereka hanya meminta saja dan tidak melakukannya,
sehingga yang terjadi dari mereka itu adalah bertentangan dengan syariat, dan
Nabi saw telah menjawab mereka dengan (jawaban) yang menunjukan bila mereka
melakkukan apa yang mereka pinta tentu mereka kafir.
Ketua :
Abdul Aziz Ibnu Abdillah Ibnu
Baz
Wakil Ketua :
Abdurrazzak Afifi
Anggota :
Abdullah Quud dan Abdullah
Ghudayyan.
[Pertanyaan]
“Apakah kebodohan merupakan udzur terhadap pembatal
keislaman ?”
[Jawab]
Kebodohan itu berbeda-beda. Jika orang yang bodoh tersebut
tidak memungkinkan mempelajari (pembatal keislaman) maka kebodohan seperti ini
mendapatkan udzur
hingga dia menemukan orang yang bisa mengajarkannya hal
tersebut. Keadaan ini semisal orang yang tinggal terpisah dari negeri kaum
muslimin yang disana tidak ada orang melainkan orang kafir, maka kebodohan
orang ini merupakan udzur baginya. Adapun orang yang tinggal diantara kaum muslimin
dan di negeri kaum muslimin, dia bisa mendengarkan Al Qur’an,
hadits, perkataan ulama dibacakan maka kebodohan yang semisal bukanlah merupakan
udzur karena telah sampai kepadanya hujjah namun ia tidak memberikan perhatian
terhadapnya, bahkan ia mengatakan, “Ajaran semisal ini
adalah ajaran Islam Wahabiyah, Agama Islam Nejed, Agama
Islam si Fulan…dst”.
Hal ini juga mereka katakan terhadap tauhid dengan perkataan
yang semisal, agama demikan adalah agamanya Ibnu Abdil Wahhab padahal yang
demikian adalah
agamanya Rosululloh shallallahu ‘alaihi
was sallam . Sedangkan Syaikh Ibnu Abdil Wahhab tidaklah membawa ajaran baru melainkan
hanya mendakwahkan ajaran
Rosululloh shallallahu ‘alaihi was sallam. Mereka
juga menisbatkan ajaran tauhid dengan sebutan ajaran khowarij, sehingga mereka
mengatakan bahwa orang yang
bertauhid dengan tauhid yang diajarkan Rosululloh adalah
orang khowarij. Maka
apakah orang yang demikian mendapatkan udzur (berupa
kebodohan) ? Mereka adalah orang-orang yang sombong terhadap ilmu tauhid yang
tidaklah mendapatkan udzur
atas kebodohan mereka terhadap tauhid.
Diterjemahkan dengan perubahan seperlunya dari Durus Fii
Syarh Nawaaqidul
Islaam karya Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hal. 29
terbitan Maktabah Ar Rusyd, Riyadh, KSA Selesai Sholat Tarawih, Sigambal, 21Romadhon
1432 H/21 Agustus 2